Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Upaya Menanggulangi Kerusakan Lingkungan

Semarang, Kompas – Paling lambat pada awal tahun depan Kabupaten Temanggung sudah memiliki Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda). Kerusakan lingkungan yang sangat parah yang terjadi di wilayah itu membuat Pemerintah Kabupaten Temanggung berusaha sekeras mungkin untuk merealisasikan pembentukan badan tersebut.
Bupati Temanggung Totok Ary Prabowo, Sabtu (23/8), seusai menghadiri pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Tengah di Gradhika Bhakti Praja, Semarang, mengatakan, saat ini pembentukan Bapedalda tengah dalam proses rancangan peraturan daerah. “Diharapkan proses menjadi perda sudah selesai sekitar tanggal 2 Januari 2004,” ujarnya.
Pembentukan Bapedalda, menurut dia, disesuaikan dengan peraturan pemerintah yang berlaku, yakni setiap kabupaten/kota dapat membentuk 14 dinas dan delapan lembaga setingkat dinas. “Sebutannya bisa lembaga atau badan,” kata Totok.
Bupati Temanggung mengungkapkan, tugas paling pokok Bapedalda Temanggung adalah melaksanakan penghijauan kembali lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro. Saat ini, pepohonan di lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro yang berada di wilayah Temanggung jauh berkurang dibanding pada masa lalu karena dibabat agar lahannya dapat dipakai sebagai areal tanaman tembakau.
Padahal, akar tanaman tembakau tidak memiliki kemampuan menahan air hujan. Akibatnya, lereng dua gunung itu mengalami erosi hebat. Proses ini sudah berlangsung bertahun-tahun. “Lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro mengalami erosi berat karena tidak ada lagi yang menahan aliran air hujan,” ujar Totok.
Mental “shifting”
Selain melakukan penghijauan kembali, menurut Totok, Bapedalda Temanggung nantinya juga mengemban tugas untuk secara pelan-pelan mengajak masyarakat agar tidak hanya menanam tembakau. Diversifikasi tanaman ini sangat diperlukan guna mengembalikan kesuburan tanah di areal tanaman tembakau. Tanaman yang akan dijadikan alternatif adalah vanili, kopi, dan gambir.
Beberapa waktu lalu, Kepala Sub-Dinas Kehutanan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Temanggung Agus Setyobudi menjelaskan, tanaman tembakau menyerap unsur hara tanah dalam jumlah yang sangat besar. Karena itu, penanaman terus-menerus tembakau di suatu areal tanah dapat menimbulkan kerusakan lingkungan berupa habisnya unsur hara di dalam tanah.
“Ini sebabnya diversifikasi tanaman sangat penting. Namun pada kenyataannya, masyarakat sangat sulit diajak beralih untuk tidak lagi menanam tembakau,” kata Agus.
Resistensi masyarakat yang sangat kuat ini, menurut Totok, menyebabkan Bapedalda pertama-tama harus melakukan mental shifting di antara masyarakat. “Masyarakat diajak untuk melihat bahwa mereka tidak bisa terus-menerus bergantung pada tanaman tembakau,” katanya.
Agus menceritakan, beberapa tahun lalu sejumlah pejabat di Kabupaten Temanggung pernah disandera ratusan petani di sebuah desa. Penyanderaan terjadi karena saat itu para pejabat tersebut meminta petani tidak lagi menanam tembakau. “Karena disandera, akhirnya kami terpaksa mempersilakan petani untuk kembali menanam tembakau,” ucapnya.
Resistensi masyarakat yang begitu kuat juga terjadi terhadap kampanye pembuatan terasering di lahan tanaman tembakau. Petani khawatir sistem terasering akan membuat akar tanaman tembakau membusuk karena terasering berfungsi menahan aliran air.
Kepala Humas Pemkab Temanggung Bekti Priyono mengakui, selama ini hampir seluruh unsur masyarakat di Temanggung terlena dengan hasil tembakau. Akibatnya, mereka lalai memperhatikan dampak lingkungan yang timbul akibat penanaman tembakau yang terus-menerus.
Luas lahan kritis di Kabupaten Temanggung, menurut Agus, terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun ini, luas lahan kritis diperkirakan mencapai 15.032 hektar. Dari luas itu, 6.318 hektar di antaranya berada di 11 kecamatan penyangga atau kecamatan yang berada di lereng Gunung Sumbing dan Sindoro. (ATO)
Informasi dari www.kompas.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar